Lelang jabatan bagi
Camat dan Lurah yang tengah dilaksanakan, banyak menuai pro dan kontra.
Kebijakan itupun dipertanyakan dasar hukumnya.
Kali ini kritikan
datang dari anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, Priya Ramadhani. Ia
mengungkapkan, banyak yang harus dibahas sebelum lelang jabatan terhadap Camat
dan Lurah di Jakarta yang diterapkan oleh Gubernur, termasuk payung hukum
penerapan kebijakan lelang jabatan tersebut.
Kebijakan gubernur yang
melelang jabatan camat dan lurah tak jelas dasar hukumnya. Kami menilai lelang
jabatan yang dilaksanakan gubernur telah merusak sistem dan tatanan
dilingkungan pemprov DKI Jakarta.
Pergub no. 19 tahun
2013 tentang seleksi terbuka camat dan lurah yang disusun gubernur DKI karena
dorongan kekuasaan, tanpa mempertimbangkan kaidah-kaidah yang dipakai dalam
menyusun UU.
Disebutkan pasal 97 UU
No. 12 tahun 2011, pembentukan peraturan perundang-undangan terdapat ketentuan,
antara lain mengatur teknik penyusunan dan bentuk yang diatur UU berlaku secara
mutatis mutandis antara lain bagi teknis penyusunan dan keputusan dan peraturan
gubernur.
Mengacu pada ketentuan
UU tersebut, maka dapat disimpulkan, penyusunan Pergub No. 19 tahun 2013 memang
dilakukan secara tidak cermat dan bertentangan dengan ketentuan yang dimaksud
dalam UU No. 12 tahun 2011. Ia menjelaskan, dalam daar hukum dari Pergub
tersebut, tertulis mengingat angka 12 Permen dalam Negeri No. 19 tahun 2008
tentang pelaksanaan Pendidikan Teknis Bagi Calon Camat.
Permendagri No. 19
tahun 2008 adalah pengaturan tentang pedoman Organisasi dan Tatakerja
Sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia Daerah.
Sedangkan menyangkut
pelaksanaan pendidikan teknis pemerintahan bagi calon camat itu diatur dalam
permendagri no. 30 tahun 2009.
Dapat dipastikan pergub
tersebut adalah produk hukum yang proses pembuatannya bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan diatas. Da karena dasar hukumnya tidak bertalian
dengan diktum yang termaktub, maka pergub tersebut bisa dikatakan cacat hukum
danharus dinyatakan batal demi hukum.
LELANG
JABATAN (JOB TENDER)
APAKAH
LELANG JABATAN CAMAT DAN LURAH SESUAI PERATURAN?
Pada dasarnya
pengangkatan PNS dalam jabatan struktural telah diatur dalam peraturan
perundang-undangan yakni PP 100 tahun 2000 jo PP 13 tahun 2002. Sebenarnya UU
ini sudah jelas, tegas dan cukup baik dalam mengatur tentang pengangkatan PNS
dalam jabatan struktural, namun pelaksanaan sering diabaikan oleh sebagian
besar Pemda sebagaimana disampaikan dalam sejarah KORPRI sebagai abdi negara atau abdi penguasa? Ini perlu diingatkan
agar kita bangsa indonesia tidak mengulangi kembali kesalahan dimasa lalu. Oleh
karena itu, tidak heran dikalangan beredar rahasia umum bahwa dalam proses
pengangkatan PNS dalam jabatan dekat sekali dengan KKN, uang, sistem yang
tertutup, balas jasa, kedekatan politik dengan penguasa.
Oleh karena itu tanpa
kegiatan pelaksanaan lelang jabatan seperti yang dilakukan oleh pemkot Samarinda
dan yang akan dilakukan oleh Pemda DKI Jakarta, kegiatan pengangkatan PNS dalam
jabatan struktural sudah cukup baik jika dilakukan sesuai dengan peraturan
diatas. Fokusnya tinggal bagaimana pelaksanaannya saja yang diperbaiki agar
tidak menyimpang dari peraturan tersebut. Oleh karena itu sangat disayangkan
jika dana lelang jabatan dan energi perdebatan terkuras hanya untuk menseleksi
jabatan karir yang sementara tanggungjawab dan tugas itu melekat pada diri
pimpinan. Tentu akan lebih baik dana tersebut dialokasikan untuk pemberdayaan
PNS atau untuk pemberdayaan masyarakat, karena jabatan di PNS adalah jabatan
karir dan bukan jabatan politis sehingga tanggungjawab mengabdi kepada
masyarakat dan negara memang sebuah kewajiban. PNS hanya tinggal penataan dan
pembinaan, seimbangkan antara reward dan punishment nya serta penuhi hak dan
kewajibannya sesuai manajemen kepegawaian. Hal berbeda dengan seleksi yang dilakukan
indonesia bangkit dalam cara mengusung calon presiden RI 2014, dan calon
gubernur 2015, calon Bupati 2015, calon wali kota 2015 diseluruh indonesia yang
memang jabatan politis. Dan malah lebih baik jika dana lelang tersebut
digunakan untuk menseleksi capres RI 2014 sebagai presiden RI ke-7 periode
2014-2019 yang berani menanda tangani kontrak politik dengan masyarakatnya
sendiri. Manfaat kegiatan ini jauh lebih besar dan akan dirasakan oleh
masyarakat seluruh Indonesia. Apalagi tokoh-tokoh seperti Jokowi dan tokoh
bangsa Indonesia lainnya berkenan melaksakan ini, tentu impian kita untuk
indonesia baru dengan berubah dan bangkit bukanlah hayalan tapi merupakan cita-cita yang harus kita gapai bersama.
Dimana aparatur negara ini perlu juga kita selamatkan agar tidak terjerumus ke
lubang yang sama untuk ke 4 kali dalam jeratan politik.
Namun, sebelum
melakukan pembahasan terhadap proses pelaksanaan lelang jabatan pada pemerintah
Provinsi DKI Jakarta, terlebih dahulu disampaikan proses sesuai peraturan perundang-undangan.
Hal ini perlu disampaikan agar dalam perjalanan lelang jabatan tersebut tidak
terkendala ataupun tidak memunculkan permasalahan baru dikemudian hari karena
yang dilakukan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Walaupun
pelanggaran Undang-undang ini sudah lazim dilakukan oleh Pemda lain dan
merupakan kegelisahan para PNS sebagaimana dimuat dalam sejarah KORPRI sebagai abdi negara atau abdi
penguasa. Untuk itu perlu kita kembali ke Undang-undang sebagai dasar
pengaturan tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam jabatan
struktural.
Pengangkatan Pegawai
Negeri Sipil (PNS) dalam jabatan struktural merupakan salah satu dari manajemen
PNS sebagai Aparatur Negara yang diatur oleh Peraturan Pemerintah No. 100 tahun
2000 dan Peraturan Pemerintah No. 13 tahun 2002 tentang Perubahan Peraturan
Pemerintah No. 100 tahun 2000 tentang pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (PNS)
dalam jabatan struktural. Inilah peraturan yang berlaku umum di seluruh Nusantara,
namun khusus untuk DKI Jakarta ada UU RI sebagai Ibu Kota Jakarta sebagai
ibukota negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu pada:
Pasal 15
(1).
Sekretariat daerah provinsi dipimpin oleh sekretaris daerah
(3).
Sekretariat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan
diberhentikan oleh presiden atas usul gubernur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 19
(1)
Kota administrasi/kabupaten administrasi
dipimpin oleh walikota/bupati
(2)
Walikota/bupati diangkat oleh gubernur
atas pertimbangan DPRD Provinsi DKI Jakarta dari pegawai Negeri Sipil yang
memenuhi persyaratan.
pasal 19
(1) Kota
administrasi/kabupaten administrasi dipimpin oleh walikota/bupati
(2) Walikota/bupati
diangkat oleh gubernur atas pertimbangan DPRD Provinsi DKI Jakarta dari pegawai
negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
(3) Walikota/bupati
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberhentikan oleh gubernur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Walikota/bupati
bertanggungjawab kepaa gubernur.
Pasal 21
(1) Kecamatan
dipimpin oleh camat yang dibantu oleh seorang wakil camat.
(2) Camat
dan wakil camat diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
(3) Camat
dan wakil camat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat dan diberhentikan
oleh gubernur atas usul walikota/bupati sesuai dengan ketentuan dan peraturan
perundang-undangan.
(4) Camat
bertanggungjawab kepada walikota/bupati melalui sekretaris kota/sekretaris
kabupaten.
Pasal 22
(1) Kelurahan
dipimpin oleh lurah dibantu oleh seorang wakil lurah.
(2) Lurah
dan wakil lurah diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
(3) Lurah
dan wakil lurah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat dan diberhentikan
oleh walikota/bupati berdasarkan pendelegasian wewenang gubernur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Lurah
bertanggungjawab kepada walikota/bupati melalui camat.
Dari
undang-undang tersebut dapat diambil poin penting bahwa;
1. Walikota/bupati
diangkat oleh gubernur atas pertimbangan DPRD Provinsi DKI Jakarta dari pegawai
negeri sipil yang memenuhi persyaratan dan dapat diberhentikan sesuai dengan
peraturan perundangan.
2. Camat
dan wakil camat adalah PNS yang memenuhi persyaratan yang diangkat dan
diberhentikan atas usul walikota/bupati.
3. Lurah
dan wakil lurah diangkat dan diberhentikan oleh walikota/bupati sesuai dengan
pendelegasian kewenangan.
Lalu
muncul pertanyaan:
1. Apakah
ketiga poin tersebut tercover dalam pelaksanaan lelang jabatan di DKI?
2. Jika
tercover, dimanakah posisi 3 poin tersebut dalam pelaksanaan lelang tersebut?
Selanjutnya masuk kita
ke persyaratan lelang jabatan, kalau untuk menjawab pertanyaan sebelumnya pada
tulisan “Apakah lelang jabatan sesuai peraturan perundangan bagian 1”, anda
tentu sudah lebih paham menjawab hal tersebut. Kalau terkait persyaratan lelang
jabatan camat dan lurah kita mulai dari aturan normatifnya sebagaimana diatur
dalam PP No.100 tahun 2000 jo PP No. 13 tahun 2012 pada Bab III
pengangkatan,pemindahan, dan pembrhentian dalam dan dari jabatan struktural
pasal 4-11 khususnya pasal 5 persyaratan PNS yang akan diangkat dalam jabatan
struktural, antara lain:
1. Berstatus
pegawai negeri sipil.
2. Serendah-rendahnya
memiliki pangkat satu tingkat dibawah jenjang pangkat yang ditentukan.
3. Memiliki
kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan.
4. Semua
unsur penilaian prestasi kerja bernilai baik dalam dua tahun terakhir.
5. Memiliki
kompetensi jabatan yang diperlukan.
6. Sehat
jasmani dan rohani.
Selain persyaratan
tersebut, pejabat pembina kepegawaian perlu memperhatikan faktor senioritas
dalam kepangkatan, usia, pendidikan dan pelatihan (DIKLAT) jabatan, dan
pengalaman.
Mengingat jabatan yang
dilelang adalah jabatan camat, maka ada syarat kekhususan mengatur yakni PP No.
19 tahun 2008 pada:
Pasal 24
Camat diangkat oleh
bupati/walikota atas usul sekretaris daerah kabupaten/kota dari Pegawai Negeri Sipil
yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai
dengan peraturan perundang-unangan.
Pasal 25
Pengetahuan teknis
pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 meliputi:
a. Menguasai
bidang ilmu pemerintahan dibuktikan dengan ijazah Diploma/Sarjana pemrintahan.;
dan
b. Pernah
bertugas di desa, kelurahan, atau kecamatan paling singkat 2 (dua) tahun.
Pasal 26
(1) Pegawai
Negeri Sipil yang akan diangkat menjadi camat dan tidak memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud dalam pasal 25, wajib mengikuti pendidikan teknis
pemerintahan yang dibuktikan dengan sertifikat.
(2) Pelaksanaan
pendidikan teknis pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri.
Dan sedangkan untuk
jabatan lurah persyaratan khususnya diatur dalam PP No. 73 tahun 2005 tentang
kelurahan yaitu pada:
Pasal 3
(1) Kelurahan
merupakan perangkat daerah Kabupaten/Kota yang berkedudukan di wilayah
kecamatan.
(2) Kelurahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh lurah yang berada dibawah dan
bertanggungjawab kepada bupati/walikota melalui camat.
(3) Lurah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat oleh bupati/walikota atas usul
camat dari pegawai negeri sipil.
(4) Syarat-syarat
lurah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. Pangkat/golongan
minimal Penata (III/c).
b. Masa
kerja minimal 10 tahun.
c. Kemampuan
teknis dibidang administrasi pemerintahan dan memahami sosial budaya masyarakat
setempat.
Sehingga
hal ini memunculkan pertanyaan:
Apakah syarat-syarat
ini sudah terakomodir dalam persyaratan lelang jabatan di Pemprov DKI Jakarta?
Lihat perbandingan pada syarat lelang jabatan yang diumumkan Pemda DKI,
jawabnya tentu jika hal ini belum terakomodir tinggal menambahkan kriterianya
agar dapat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sementara untuk
pelaksanaan pengangkatan PNS dalam jabatan dikenal dengan yang namanya
Baperjakat yakni Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan yang dibentuk untuk
menjamin kualitas dan obyektifitas dalam pengangkatan, pemindahan, dan
pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari jabatan struktural. Maka
mengacu pada PP No.100 tahun 2000 jo PP No. 13 tahun 2012 pada:
(4). Tugas pokok
Beperjakat Instansi Pusat dan Baperjakat Instansi daerah Propinsi/kabupaten/Kota
memberikan pertimbangan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Pejabat
Pembina Kepegawaian Daerah provinsi/Kabupaten/Kota dalam pengangkatan,
pemindahan, dan pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural Eselon II ke
bawah.
(5). Disamping tugas
pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), Baperjakat bertugas pula memberikan
pertimbangan kepada pejabat yang berwenang dalam pemberian kenaikan pangkat
bagi yang menduduki jabatan struktural, menunjukkan prestasi kerja luar biasa
baiknya, menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara dan pertimbangan
perpanjangan batas usia pensiun Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan
struktural Eselon I dan Eselon II.
Pasal 15
(1) Susunan
Keanggotaan Baperjakat terdiri dari;
a. Seorang
ketua, merangkap anggota;
b. Paling
banyak 6 (enam) orang anggota; dan
c. Seorang
sekretaris.
(2) Untuk
menjamin obyektifitas dan kepastian dalam pengambilan keputusan, anggota
Baperjakat ditetapkan dalam jumlah ganjil.
Pasal 16
(3) Ketua
Baperjakat Instansi Daerah Provinsi adalah
Sekretaris Daerah Provinsi dengan anggota para pejabat eselon II, dan
sekretaris dijabat oleh pejabat eselon III yang membidangi kepegawaian.
(4) Ketua
Baperjakat Instansi Daerah Kabupaten/Kota adalah Sekretaris Daerah
Kabupaten/Kota dengan anggota para pejabat eselon II, dan Sekretaris dijabat
oleh pejabat eselon III yang membidangi kepegawaian.
Berdasarkan 2 poin
garis besar tersebut diatas, dapat kita jadikan pertanyaan terhadap lelang
jabatan yang dilakukan Pemda DKI Jakarta.
Dimanakah
posisi lelang jabatan dalam proses ini?
Jawabnya, karena kita
hanya mengandal data yang tersedia di beberapa media, maka kita hanya dapat
membuat beberapa kemungkinan yang dapat terjadi:
1. Pada
lelang jabatan camat adalah lelang jabatan hanya untuk membantu walikota/bupati
untuk mengusulkan calon atau hanya untuk membantu Baperjakat dalam memberikan
pertimbangan kepada gubernur dan atau hanya untuk membantu gubernur memilih
pejabat camat yang telah diajukan Baperjakat.
2. Pada
lelang jabatan lurah adalah lelang jabatan hanya untuk membantu Baperjakat
dalam memberikan pertimbangan kepada Walikota/Bupati memilih pejabat camat yang
diusulkan Baperjakat.
3. Pada
lelang jabatan camat dan lurah adalah bahwa proses lelang jabatan dilakukan
untuk meniadakan proses yang telah diatur peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan 3
kemungkinan posisi lelang dalam peraturan perundangan, selanjutnya kita dapat
melihat sejauh mana efektif dan efisien lelang jabatan dilaksanakan. Untuk
melihat apakah lelang jabatan yang dilakukan lebih efektif dan efisien dari
pada standar sesuai amanat peraturan perundang-undangan. Secara sederhana kedua
hal ini dapat kita lihat dari input, proses dan output yang dihasilkan yaitu
sebagai berikut:
Berdasarkan input
lelang jabatan sebagaimana dalam media-media terlihat bahwa hal melibatkan
banyak pihak terlibat dalam kegiatan ini, termasuk didalamnya tim independen,
Polri, KPK, PPATK. Pegawai yang terlibat dalam seleksi cukup banyak karena
bersifat terbuka untuk semua pegawai sesuai persyaratan lelang. Dengan tim
seleksi yang besar, peserta yang banyak tentu juga memerlukan dana yang juga
cukup lumayan diperkirakan menghabiskan sekitar 2,5-7 Miliyar Rupiah. Sedangkan
jika dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan mungkin dana yang dibutuhkan
cukup minim karena itu tidak memerlukan tim khusus dan sudah melekat dalam
tugas pokok jabatan, serta jumlah peserta terbatas karena persyaratan sudah
tertentu.
Sedangkan berdasarkan
proses, lelang jabatan justru akan memperpanjang jalur seleksi sehingga lebih
menyita waktu dan wajar jika para pejabat camat dan lurah yang ada menjadi
galau, dan tentu ini sendiri akan mengganggu kinerja mereka. Tidak heran jika
ada pejabat yang tertipu, dalam suasana panik itu dapat terjadi. Dan belum
tentu proses yang panjang kita akan mendapatkan pejabat mempunyai kompetensi,
bisa salah sebaliknya mengingat banyaknya pihak sebagai penentu keputusan.
Dimana tim seleksi lelang sendiri yang malah perlu diseleksi terlebih dahulu
agar didapat tim seleksi yang benar-benar berkompeten untuk melakukan seleksi.
Dan proses yang panjang lebih cocok digunakan untuk menjaring jabatan yang
bersifat politis untuk menghasilkan pejabat berkualitas.
Sementara untuk harapan
output lelang jabatan sebelumnya adalah pertama memiliki program yang jelas dan
terukur (janji, tidak tercapai bersedia dicopot), kedua memiliki kemampuan
akademis dan komunikasi yang baik, dan ke tiga si calon lurah dan camat harus
sehat secara jasmani maupun mental. Jika hal ini yang ingin diharapkan melalui
data kepegawaian dan pengawasan pimpinan masing-masing, ketiga hal ini sudah
didapatkan tanpa harus mengeluarkan dana dan orang serta energi yang besar. Dan
seorang PNS sebagai pejabat karir terlalu berlebihan jika harus menandatangani
janji, PNS sudah punya janji sendiri tinggal bagaimana aplikasinya. Begitu juga
kesediaan di copot, hal ini sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Bahkan yang berlaku secara umum saat ini PNS sering dicopot tanpa ada alasan
yang jelas, terkesan like or dislike dan bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan. Untuk hal ini PNS biasanya lebih cenderung diam karena
posisi tawarnya yang rendah, kalaupun menang di PTUN tidak memiliki pengaruh
yang berarti dalam karirnya.
Hal lain yang perlu
diperhatikan bahwa pola karir dalam PNS adalah pola pembinaan Pegawai Negeri
Sipil yang menggambarkan alur pengembangan karir yang menunjukkan keterkaitan
dan keserasian antara jabatan, pangkat, pendidikan dan pelatihan jabatan,
kompetensi, serta masa jabatan seseorang Pegawai Negeri Sipil sejak
pengangkatan pertama dalam jabatan tertentu sampai dengan pensiun. Dari hal ini
tentu jauh berbeda dengan pola karir pada jabatan politis, terbuka untuk semua pihak
sepanjang syarat terpenuhi. Untuk itu hindarilah hal-hal yang dapat membuat
sejarah jelek bangsa ini dalam sejarah KORPRI terulang kembali.
TUGAS
SISTEM
ADMINISTRASI DI KANTOR KELURAHAN/DESA
|
NAMA
KELAS/SMESTER
NIM
MATA KULIAH
|
:
Janaruddin
:
V/c
:
:
Implementasi Kebijakan Publik
|
No comments:
Post a Comment