Ada beberapa jenis gaya
kepemimpinan yangakan dijabarkan dibawah ini.
Teori Gaya Kepemimpinan Klasik
Teori klasik gaya kepemimpinan mengemukakan,
pada dasarnya di dalam setiap gaya kepemimpinan terdapat 2 unsur utama, yaitu
unsur pengarahan (directive behavior) dan unsur bantuan (supporting behavior).
Dari dua unsur tersebut gaya kepemimpinan dapat dikelompokkan menjadi 4
kelompok, yaitu otokrasi (directing), pembinaan (coaching), demokrasi
(supporting), dan kendali bebas (delegating). Mengambil contoh pemimpin
negara kita, presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
1. Mengarahkan (directing)
Gaya kepemimpinan yang mengarahkan, merupakan
respon kepemimpinan yang perlu dilakukan oleh manajer pada kondisi karyawan
lemah dalam kemampuan, minat dan komitmenya. Sementara itu, organisasi
menghendaki penyelesaian tugas-tugas yang tinggi. Dalam situasi seperti ini
Hersey and Blancard menyarankan agar manajer memainkan peran directive yang
tinggi, memberi saran bagaimana menyelesaikan tugas-tugas itu, dengan terus
intens berhubungan sosial dan komunikasi dengan bawahannya.
Pertama pemimpin harus mencari tahu mengapa
orang tersebut tidak termotivasi, kemudian mencari tahu dimana keterbatasannya.
Dengan demikian pemimpin harus memberi arahan dalam penyelesaian tugas dengan
terus menumbuhkan motivasi dan optimismenya.
2. Melatih (coaching)
Pada kondisi karyawan menghadapi kesulitan
menyelesaikan tugas-tugas, takut untuk mencoba melakukannya, manajer juga harus
memproporsikan struktur tugas sesuai kemampuan dan tanggung jawab karyawan.
Oleh karena itu, pemimpin
hendaknya menghabiskan waktu mendengarkan dan menasihati, dan membantu karyawan
untuk memperoleh keterampilan yang diperlukan melalui metode pembinaan.
3. Partisipasi(participation)
Gaya kepemimpinan partisipasi, adalah respon
manajer yang harus diperankan ketika karyawan memiliki tingkat kemampuan yang
cukup, tetapi tidak memiliki kemauan untuk melakukan tanggung jawab. Hal ini
bisa dikarenakan rendahnya etos kerja atau ketidakyakinan mereka untuk
melakukan tugas/tangung jawab. Dalam kasus ini pemimpin perlu membuka
komunikasi dua arah dan secara aktif mendegarkan dan mengapresiasi usaha-usaha
yang dilakukan para karyawan, sehingga bawahan merasa dirinya penting dan
senang menyelesaikan tugas.
4. Mendelegasikan(delegating)
Selanjutnya, untuk tingkat karyawan dengan
kemampuan dan kemauan yang tinggi, maka gaya kepemimpinan yang sesuai adalah
gaya “delegasi”. Dengan gaya delegasi ini pimpinan sedikit memberi pengarahan
maupun dukungan, karena dianggap sudah mampu dan mau melaksanakan
tugas/tanggung jawabnya. Mereka diperkenankan untuk melaksanakan sendiri dan
memutuskannya tentang bagaimana, kapan dan dimana pekerjaan mereka harus
dilaksanakan. Pada gaya delegasi ini tidak terlalu diperlukan komunikasi dua
arah, cukup memberikan untuk terus berkembang saja dengan terus diawasi.
Dalam gaya kepemimpinan klasik juga
diperkenalkan beberapa gaya kepemimpinan lain yang cukup populer yang pada
prinsipnya merupakan sama seperti gaya klasik diatas maupun gabungan dari
beberapa gaya klasik yang disebutkan sebelumnya. Gaya kepemimpinan
tersebut adalah gaya kepemimpinan otokrasi, gaya kepemimpinan pembinaan, gaya
kepemimpinan demokrasi dan gaya kepemimpinan kendali bebas.
a. Pada gaya kepemimpinan
otokrasi, pemimpin mengendalikan semua aspek kegiatan. Pemimpin memberitahukan
sasaran apa saja yang ingin dicapai dan cara untuk mencapai sasaran tersebut,
baik itu sasaran utama maupun sasaran minornya. Pemimpin juga berperan sebagai
pengawas terhadap semua aktivitas anggotanya dan pemberi jalan keluar bila
anggota mengalami masalah. Dengan kata lain, anggota tidak perlu pusing
memikirkan apappun. Anggota cukup melaksanakan apa yang diputuskan pemimpin.
b. Gaya kepemimpinan pembinaan
mirip dengan otokrasi. Pada gaya kepemimpinan ini seorang pemimpin masih
menunjukkan sasaran yang ingin dicapai dan cara untuk mencapai sasaran
tersebut. Namun, pada kepemimpinan ini anggota diajak untuk ikut memecahkan
masalah yang sedang dihadapi.
c. Gaya kepemimpinan demokrasi,
anggota memiliki peranan yang lebih besar. Pada kepemimpinan ini seorang
pemimpin hanya menunjukkan sasaran yang ingin dicapai saja, tentang cara untuk
mencapai sasaran tersebut, anggota yang menentukan. Selain itu, anggota juga
diberi keleluasaan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
d. Gaya kepemimpinan kendali
bebas merupakan model kepemimpinan yang paling dinamis. Pada gaya kepemimpinan
ini seorang pemimpin hanya menunjukkan sasaran utama yang ingin dicapai saja.
Tiap divisi atau seksi diberi kepercayaan penuh untuk menentukan sasaran minor,
cara untuk mencapai sasaran, dan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya
sendiri-sendiri. Dengan demikian, pemimpin hanya berperan sebagai pemantau
saja. Lalu, gaya kepemimpinan yang mana yang sebaiknya dijalankan? Jawaban dari
pertanyaan ini adalah tergantung pada kondisi anggota itu sendiri. Pada
dasarnya tiap gaya kepemimpinan hanya cocok untuk kondisi tertentu saja. Dengan
mengetahui kondisi nyata anggota, seorang pemimpin dapat memilih model
kepemimpinan yang tepat. Tidak menutup kemungkinan seorang pemimpin menerapkan
gaya yang berbeda untuk divisi atau seksi yang berbeda. Kepemimpinan otokrasi
cocok untuk anggota yang memiliki kompetensi rendah tapi komitmennya tinggi.
Kepemimpinan pembinaan cocok untuk anggota yang memiliki kompetensi sedang dan
komitmen rendah. Kepemimpinan demokrasi cocok untuk anggota yang memiliki
kompetensi tinggi dengan komitmen yang bervariasi. Sementara itu, kepemimpinan
kendali bebas cocok untuk angggota yang memiliki kompetensi dan komitmen
tinggi.
Gaya kepemimpinan situasional
Mengambil contoh kepada manajer dari suatu
perusahaan yang berhasil menerapkan gaya kepemimpinan situasional di perusahaan
yang dipimpinnya.
1. Gaya Kepemimpinan Kontinum
Gaya ini pertama sekali dikembangkan oleh
Robert Tannenbaum dan warren Schmidt. Menurut kedua ahli ini ada dua bidang
pengaruh yang ekstrim, yaitu:
• Bidang pengaruh pimpinan
(pemimpin lebih menggunakan otoritas).
• Bidang pengaruh kebebasan
bawahan. (Pemimpin lebih menekankan gaya demokratis).
2. Gaya Managerial Grid
Sesungguhnya, gaya managerial grid lebih
menekankan kepada pendekatan dua aspek yaitu aspek produksi di satu pihak, dan
orang-orang di pihak lain. Blake dan Mouton menghendaki bagaimana
perhatian pemimpin terhadap produksi dan bawahannya(followers).
Dalam managerial grid, ada empat gaya yang
ekstrim dan ada satu gaya yang berada di tengah-tengah gaya ekstrim tersebut.
- Grid 1 manajer sedikit sekali memikirkan produksi yang harus dicapai. sedangkan juga sedikit perhatian terhadap orang-orang (followers) di dalam organisasinya. Dalam grid ini manajer hanya berfungsi sebagai perantara menyampaikan informasi dari atasan kepada bawahannya.
- Grid 2 manajer mempunyai perhatian yang tinggi terhadap produksi yang akan dicapai juga terhadap orang-orang yang bekerja dengannya. Manajer seperti ini dapat dikatakan sebagai “manajer tim” yang riel (The real team manajer) karena ia mampu menyatukan antara kebutuhan-kebutuhan produksi dan kebutuhan orang-orang secara individu.
- Grid 3 manajer memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap orang-orang dalam organisasi, tetapi perhatian terhadap produksi adalah rendah. Manajer seperti ini disebut sebagai “pemimpin club”. Gaya seperti ini lebih mengutamakan bagaimana menyenangkan hati bawahannya agar bawahannya dapat bekerja rileks, santai, bersahabat, tetapi tidak ada seorangpun yang berusaha untuk mencapai produktlvitas.
- Grid 4. adalah manajer yang menggunakan gaya kepemimpinan yang otokratis (autrocratic task managers), karena manejer seperti ini lebih menekankan produksi yang harus dicapai organisasinya, baik melalui efisiensi atau efektivitas pelaksanaan kerja, tetapi tidak mempunyai perhatian terhadap bawahannya.
- Pemimpin yang baik adalah lebih memperhatikan terhadap produksi yang akan dicapai maupun terhadap orang-orang. Grid seperti ini berusaha menyeimbangkan produksi yang akan dicapai dengan perhatian terhadap orang-orang, dalam arti tidak terlalu menyolok. Manajer seperti ini tidak terlalu menciptakan target produksi yang akan dicapai, tetapi juga tidak mempunyai perhatian yang tidak terlalu menyolok kepada orang-orang.
Gaya
Kepemimpinan Situasional Dan Produktivitas Kerja
Gaya kepemimpinan, Secara langsung maupun
tidak langsung mempunyai pengaruh yang positif terhadap peningkatan
produktivitas kerja karyawan atau pegawai. Hal ini didukung oleh Sinungan
(1987) yang menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang termasuk di dalam
lingkungan organisasi merupakan faktor potensi dalam meningkatkan produktivitas
kerja. Dewasa ini, banyak para ahli yang menawarkan gaya Kepemimpinan yang
dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan, dimulai dari yang paling
klasik yaitu teori sifat sampai kepada teori situasional. Dari beberapa gaya
yang di tawarkan para ahli di atas, maka gaya kepemimpinan situasionallah yang
paling baru dan sering di gunakan pemimpin saat ini.
Gaya kepemimpinan situasional dianggap para ahli
manajemen sebagai gaya yang sangat cocok untuk diterapkan saat ini. Sedangkan
untuk bawahan yang tergolong pada tingkat kematangan yaitu bawahan yang tidak
mampu tetapi berkemauan, maka gaya kepemimpinan yang seperti ini masih
pengarahan, karena kurang mampu, juga memberikan perilaku yang mendukung. Dalam
hal ini pimpinan atau pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah (two way
communications), yaitu untuk membantu bawahan dalam meningkatkan motivasi
kerjanya. Selanjutnya, yang mampu tetapi tidak mau melaksanakan tugas atau
tangung jawabnya. Bawahan seperti ini sebenarnya memiliki kemampuan untuk
melakukan pekerjaan, akan tetapi kurang memiliki kemauan dalam melaksanakan
tugas. Untuk meningkatkan produktivitas kerjanya, dalam hal ini pemimpin harus
aktif membuka komunikasi dua arah dan mendengarkan apa yang diinginkan oleh
bawahan.
Sedangkan gaya delegasi adalah
gaya yang cocok diterapkan pada bawahan yang memiliki kemauan juga kemampuan
dalam bekerja. Dalam hal ini pemimpin tidak perlu banyak memberikan dukungan
maupun pengarahan, karena dianggap bawahan sudah mengetahui bagaimana, kapan
dan dimana mereka barus melaksanakan tugas atau tangung jawabnya. Dengan
penerapan gaya kepemimpinan situasional ini, maka bawahan atau pegawai merasa
diperhatikan oleh pemimpin, sehingga diharapkan produktivitas kerjanya akan
meningkat
.
Harsey & Blanchard
mengembangkan model kepemimpinan situasional efektif dengan memadukan tingkat
kematangan anak buah dengan pola perilaku yang dimiliki pimpinannya. Ada
4 tingkat kematangan bawahan, yaitu:
M 1 : bawahan tidak
mampu dan tidak mau atau tidak ada keyakinan.
- M 2 : bawahan tidak mampu tetapi memiliki kemauan dan keyakinan bahwa ia bisa.
- M 3 : bawahan mampu tetapi tidak mempunyai kemauan dan tidak yakin.
- M 4 : bawahan mampu dan memiliki kemauan dan keyakinan untuk menyelesaikan tugas.
Ada 4 gaya yang efektif untuk
diterapkan yaitu:
- Gaya 1 : telling, pemimpin memberi instruksi dan mengawasi pelaksanaan tugas dan kinerja anak buahnya.
- Gaya 2 : selling, pemimpin menjelaskan keputusannya dan membuka kesempatan untuk bertanya bila kurang jelas.
- Gaya 3 : participating, pemimpin memberikan kesempatan untuk menyampaikan ide-ide sebagai dasar pengambilan keputusan.
- Gaya 4 : delegating, pemimpin melimpahkan keputusan dan pelaksanaan tugas kepada bawahannya.
KONTINUM GAYA KEPEMIMPINAN
Gaya kepemimpinan kontinum dipelopori oleh
Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt. Kedua ahli menggambarkan gagasannya bahwa
ada dua bidang pengaruh yang ekstrem , pertama bidang pengaruh pimpinan kedua
bidang pengaruh kebebasan bawahan. Gaya kepemimpinan managerial grid dipelopori
oleh Robert R Blake dan Jane S Mouton. Dalam pendekatan managerial grid ini,
manajer berhubungan dengan 2 hal yakni produksi di satu pihak dan orang-orang
di pihak lain. Managerial Grid menekankan bagaimana manajer memikirkan produksi
dan hubungan manajer serta memikirkan produksi dan hubungan kerja dengan
manusianya. Bukannya ditekankan pada berapa banyak produksi harus dihasilkan,
dan berapa banyak ia harus berhubungan dengan bawahan. Model Kepemimpinan
Kontinum (Otokratis-Demokratis). Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan
Blanchard (1994) berpendapat bahwa pemimpin mempengaruhi pengikutnya melalui
beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang disebut
dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim
lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis. Perilaku otokratis, pada
umumnya dinilai bersifat negatif, di mana sumber kuasa atau wewenang berasal
dari adanya pengaruh pimpinan. Jadi otoritas berada di tangan pemimpin, karena
pemusatan kekuatan dan pengambilan keputusan ada pada dirinya serta memegang
tanggung jawab penuh, sedangkan bawahannya dipengaruhi melalui ancaman dan
hukuman. Selain bersifat negatif, gaya kepemimpinan ini mempunyai manfaat
antara lain, pengambilan keputusan cepat, dapat memberikan kepuasan pada
pimpinan serta memberikan rasa aman dan keteraturan bagi bawahan. Selain itu,
orientasi utama dari perilaku otokratis ini adalah pada tugas.
Perilaku demokratis; perilaku kepemimpinan ini
memperoleh sumber kuasa atau wewenang yang berawal dari bawahan. Hal ini
terjadi jika bawahan dimotivasi dengan tepat dan pimpinan dalam melaksanakan
kepemimpinannya berusaha mengutamakan kerjasama dan team work untuk mencapai
tujuan, di mana si pemimpin senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik
dari bawahannya. Kebijakan di sini terbuka bagi diskusi dan keputusan kelompok.
amun, kenyataannya perilaku kepemimpinan ini tidak mengacu pada dua model
perilaku kepemimpinan yang ekstrim di atas, melainkan memiliki kecenderungan
yang terdapat di antara dua sisi ekstrim tersebut. Tannenbaun dan Schmidt dalam
Hersey dan Blanchard (1994) mengelompokkannya menjadi tujuh kecenderungan
perilaku kepemimpinan. Ketujuh perilaku inipun tidak mutlak melainkan akan
memiliki kecenderungan perilaku kepemimpinan mengikuti suatu garis kontinum
dari sisi otokratis yang berorientasi pada tugas sampai dengan sisi demokratis
yang berorientasi pada hubungan.
Referensi buku :
Thoha, Miftah. 1983. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya.Jakarta: Rajawali Pers.
Referensi buku :
Thoha, Miftah. 1983. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya.Jakarta: Rajawali Pers.